Legalitas dan Perkembangan Cryptocurrency di Indonesia Saat Ini

Danareksa.iskandarnote.com – Perkembangan teknologi dan Info di era globalisasi telah mempengaruhi aspek ekonomi, terlebih didalam penggunaan uang dari bentuk fisik asli ke bentuk digital, tidak benar satunya adalah Cryptocurrency. Aktivitas perdagangan Crypto baru-baru ini menjadi minat publik di Indonesia.

Legalitasnya kerap diperdebatkan dan banyak orang tertarik untuk mempelajarinya lebih lanjut. Artikel ini dapat menguraikan poin-poin mutlak dari keputusan perdagangan aset Cryptocurrency di Indonesia.

A. keberadaan dan legalitas Cryptocurrency

Pada dasarnya, Cryptocurrency terhitung didalam bentuk mata uang Virtual, yakni uang digital yang dikeluarkan oleh pihak tidak cuman otoritas moneter. Definisi Mata uang kripto tidak secara eksplisit diatur berdasarkan keputusan di Indonesia, tetapi dikenal sebagai aset kripto.

Pasal 1 angka 7 (“Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi, “Bappebti”) Peraturan Nomor 8 tahun 2021 tentang Pedoman Pelaksanaan perdagangan pasar fisik aset kripto di Bursa Berjangka (“peraturan Bappebti 8/2021”) mendeskripsikan bahwa aset kripto adalah komoditas tidak berbentuk didalam bentuk digital, mengfungsikan kriptografi, Jaringan Teknologi Informasi, dan buku.

Didistribusikan, untuk mengelola pembuatan unit baru, memverifikasi transaksi, dan mengamankan transaksi tanpa campur tangan pihak lain. Melalui aset Cryptocurrency, ada beraneka jenis Cryptocurrency yang beredar secara digital.

Menurut Pasal 202 Peraturan Bank Indonesia Nomor 23/6/PBI/2021 tentang Penyedia Layanan Pembayaran (“IBR 23/2021”), jenis cryptocurrency yang kala ini berkembang terhitung Bitcoin, BlackCoin, Dash, Dogecoin, Litecoin, Namecoin, Nxt, Peercoin , Primecoin, Ripple, dan Ven. Berbagai jenis cryptocurrency ini kala ini menjadi sorotan didalam perdagangan internasional yang digunakan sebagai instrumen pembayaran untuk belanja dan menjual secara online.

Oleh sebab itu, ini mengundang pertanyaan apakah Cryptocurrency sanggup digunakan sebagai alat pembayaran, terlebih di bawah hukum Indonesia. Menurut Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 7 tahun 2011 tentang Mata uang (“UU 7/2011”) definisi uang adalah alat pembayaran yang sah. Sedangkan mata uang adalah uang yang dikeluarkan oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia yakni rupiah.

Sehingga sanggup diambil kesimpulan bahwa uang adalah alat pembayaran dan disaat uang dikeluarkan oleh pemerintah atau pihak yang berwenang maka menjadi mata uang. Mata uang yang diakui di Indonesia menurut UU 7/2011 adalah Rupiah. Sehingga pada prinsipnya, berdasarkan Pasal 21 ayat (1) UU 7/2011, Rupiah mesti digunakan didalam acara tersebut:

  • setiap transaksi yang punya obyek pembayaran;
  • penyelesaian kewajiban lain yang mesti dipenuhi bersama uang; dan / atau transaksi keuangan lainnya yang dilaksanakan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Hal ini makin lama diperkuat bersama terbitnya Peraturan Bank Indonesia Nomor 17/3/PBI / 2015 Tentang Kewajiban Penggunaan Rupiah di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (“IBR 17/2015”) yang menentukan penggunaan Rupiah sebagai mata uang Indonesia didalam tiap tiap transaksi, baik tunai maupun non tunai. Pasal 20 ayat (2) IBR 17/2015 menentukan bahwa pelanggaran pada hal ini dapat dikenakan didalam bentuk sanksi administratif pada lain:

  • peringatan;
  • penghentian kala sebagian atau semua pelaksanaan dan;
  • pencabutan izin sebagai Penyedia Layanan Pembayaran (“Penyedia Jasa Pembayaran, “PJP”).

Selain itu, dapat dikenakan sanksi pidana berbentuk pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dengan/atau denda paling banyak Rp. 200.000.000 (dua ratus juta Rupiah).

Jauh sebelum fenomena Cryptocurrency dibahas secara luas akhir-akhir ini, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian surat No. S-302/M. EKON/09 / 2018 (“Surat Menteri Koordinator Perekonomian”) dikeluarkan yang perlihatkan bahwa aset kripto dilarang sebagai instrumen pembayaran tetapi sanggup digunakan sebagai instrumen investasi.

Sebagai komoditas yang sanggup diperdagangkan di bursa berjangka, perdagangan aset kripto di Indonesia mesti disetujui dan diawasi oleh Bappebti. Melalui surat Menteri Koordinator Perekonomian, Bappebti menerbitkan Peraturan BAPPEBTI nomor 7 tahun 2020 Tentang Pembentukan daftar aset kripto yang sanggup diperdagangkan di pasar fisik aset kripto (“peraturan BAPPEBTI 7/2020”) yang menentukan bahwa mata uang kripto tidak diakui sebagai instrumen pembayaran legal di wilayah Republik Indonesia, tetapi cuma bermanfaat sebagai aset yang sanggup diperdagangkan di pasar fisik aset kripto.

B. Perdagangan Aset Kripto

Menurut Pasal 3 ayat (2) Peraturan BAPPEBTI 8/2021, aset kripto sanggup diperdagangkan di Indonesia bersama beberapa syarat sebagai berikut:

  • Aset kripto yang diperdagangkan mesti berbentuk aset kripto utilitas atau aset kripto yang didukung aset;
  • Kegiatan perdagangan dilaksanakan berdasarkan teknologi buku besar terdistribusi; dan
  • Aset kripto yang diperdagangkan telah lolos penilaian lewat metode Analytical Hierarchy Process yang ditetapkan oleh BAPPEBTI bersama memperhatikan keputusan sebagai berikut:
  • nilai kapitalisasi pasar (kapitalisasi pasar) aset kripto (kapitalisasi pasar koin);
  • perdagangan adalah bagian dari transaksi aset kripto di dunia;
  • perdagangan punya fungsi ekonomi, seperti perpajakan, pertumbuhan ekonomi digital, Industri Teknologi Informasi, dan kompetensi ahli di bidang informatika (bakat digital); dan
  • Aset Crypto telah lulus penilaian risiko, yang termasuk risiko pencucian uang, pendanaan terorisme, dan penyebaran senjata pemusnah massal.

C. Perkembangan Yang Dapat Diperkirakan

Seperti disebutkan bahwa Indonesia tetap melarang penggunaan cryptocurrency sebagai alat pembayaran, tetapi Gubernur Bank Indonesia telah secara resmi mengkonfirmasi bahwa larangan tersebut dapat tetap berlaku setidaknya selama sepuluh tahun ke depan sambil menyangkal barangkali cryptocurrency diakui sebagai mata uang legal di Indonesia di era depan, Bank Indonesia telah membicarakan konsep untuk mengembangkan mata uang rupiah digital menuju pembayaran digitalisasi.
ADCO Law meraih keyakinan untuk mewakili klien dari perusahaan multinasional sampai entitas baru di beraneka industri untuk capai obyek usaha mereka di Indonesia.

ADCO Law sebagai firma hukum di Jakarta membantu klien untuk menyusun, sesuaikan dan mengimplementasikan usaha usaha dan investasi mereka, terhitung penataan, pembiayaan, dan pengamanan investasi dan juga mendirikan perusahaan asing baru di Indonesia.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *